Sunday, September 7, 2008

Curug Cilember, Bogor

Curug Cilember, 1 Mei 2008:
Langkah Pertama Keliling Nusantara

Ada yang bilang, a giant leap starts from a small step (siapa yang ngomong begitu? Lupa nih..). Perjalanan saya dkk ke Curug Cilember adalah awal karir amatir saya sebagai backpacker.

Sebenarnya ada beberapa pilihan yang tadinya dijadikan sasaran pertama ini, antara lain kawasan Gunung Salak Endah di Bogor, kawasan Ciwidey di Jawa Barat. Berbekal browsing blog orang-orang di www.multiply.com dan ngubek-ngubek archive-nya milis Indobackpacker, saya bertekad untuk menyambangi 4 curug (air terjun) yang ada di kawasan Gunung Salak Endah.

Destinasi sudah tahu, tinggal cari massa. Berhubung akan ke Bogor, target utama adalah Aris, si makhluk kribo ghaib yang memang tinggal di Bogor, dan Juno, wong Solo yang pernah kos setahun di Bogor juga (ya iyalah, kalo kos-nya di Solo, ngapain juga diajak?).

Hari dan jam janjian pun ditentukan. Kamis 2 Mei 2008, pas hari libur nasional, jam 10 di stasiun kereta Bogor. Juno adalah yang pertama tiba di sana, on time as usual. Lalu tibalah saya, 30 minutes late, not as usual (hehehe, pembelaan diri). Lalu kami menunggu si Aris, yang didaulat untuk jadi penunjuk arah berjalan. Lama menunggu, si kribo tidak datang. Ditelpon ke rumah, nggak ada yang angkat. Ditelpon ke HP, nggak aktif. Memang dasar makhluk ghaib. Sebal bercampur pantang menyerah, kami langsung ke warnet yang ada di Taman Topi di seberang stasiun kereta untuk cari petunjuk detail ke kawasan Gunung Salak Endah. Yep, saya memang sebelumnya nggak browsing how to get there, karena terlalu mengandalkan si kribo.

Lesson # 1:
If you’re going somewhere, get the details of how-to. Jangan terlalu mengandalkan teman yang kebetulan tinggal di daerah tersebut, apalagi kalau ghaib macam si kribo Aris.

Sambil browsing dadakan, saya dan Juno mencoba untuk mencari teman lagi untuk ikutan jalan. Yang muncul dalam benak adalah Hotline (yep, it’s her real name), si inang bandar bokep, karena dia memang paling doyan sama yang namanya jalan-jalan murah meriah (sebagai ekstensi dari hobi utamanya jalan-jalan hunting bokep terbaru di Kota). Dan ternyata dia bersedia ikutan. Hore!

Setelah sekitar 20 menit browsing, kami akhirnya sepakat akan ke Curug Cilember di kawasan Cisarua. Juno sudah tahu how-to-get-there meskipun never-been-there. Sambil menunggu inang Hotline, kami makan siang dulu di rumah makan Roda. *Yah, jauh-jauh ke Bogor, makannya Padang juga*. Pas kami selesai makan, terdengarlah suara dengan oktaf tinggi memanggil “Yo, my man”. Yep, itulah sirine tanda Hotline telah tiba. Saatnya berangkat!

Dari Stasiun Bogor, naik angkot 02 Sukasari – Bubulak. Turun di lokasi yang katanya sih bernama Shangrila tapi kok saya nggak melihat keberadaan Hotel Shangrila ya? Hehe, nggak penting. Perjalanan sekitar 15 menit, bayar Rp 2500.

Dari lokasi Shangrila itu, kami lanjut naik angkot warna biru yang bertujuan ke Cisarua. Ternyata Pak Supir Angkot ini sudah well-aware dengan Curug Cilember, dan dia akan kasih tahu ke kami nanti saat mau turun. Sepanjang perjalanan, yang bisa kami lakukan adalah pasrah menikmati pamer paha di jalan menuju Cisarua ini (pamer paha = padat merayap patah harapan). Setelah sekitar 1 jam, kami pun tiba di depan jalan masuk menuju lokasi Curug Cilember. Tarif angkot Rp 4000.

Dari depan jalan masuk tersebut, tidak ada angkot yang menuju ke dalam ke lokasi Curug Cilember. Yang ada hanya ojeg. Para ojeg-ers ini pasang tarif Rp 10.000 untuk menuju ke lokasi. Tapi berkat kehandalah Hotline menawar (maklum, biasa ngebanting harga bokep di Kota), tarifnya turun 30%. Perjalanan ngojeg berlangsung sekitar 15 menit. Sampai di lokasi, kami membeli tiket masuk seharga Rp 6000 per orang, sudah termasuk asuransi.

Melewati loket, sudah terdengar suara aliran sungai yang menyejukkan bagi kami yang sehari-harinya dikelilingi kebisingan lalu lintas Jakarta. Berjalan sekitar 100 m ke dalam, kami tiba di tanah lapang nan hijau. Di sini terdapat beberapa warung makan mie rebus/goreng dan kios souvenir. Di ujung tampak sebuah bangunan kubah bernuansa hijau, yang ternyata adalah Taman Kupu-Kupu. Di dekatnya, terdapat jembatan gantung yang menuju ke lokasi perkemahan, lokasi flying fox, musholla (nyaman banget shalat di sini), dan bila terus ke dalam akan tiba di lokasi Curug 7.

Curug Cilember ini memiliki 7 tingkat air terjun. Curug 1 adalah yang paling tinggi, sangat amat sedikit orang yang bisa (dan berani) mencapai tingkat tersebut karena lokasinya sudah sangat mendaki dan berbahaya. Sementara, Curug 7 adalah tingkat paling rendah. Karena paling mudah untuk mencapainya, Curug 7 adalah yang paling ramai dipadati, mulai dari anak kecil, ABG sampai manula.

Kami tidak menuju ke Curug 7 karena tampaknya di sana sangat ramai. Kami memutuskan untuk mendaki ke Curug yang berada di tingkat atas. Menjelajahi Curug Cilember membutukan fisik yang oke karena jalurnya masih sangat alami, mendaki, dan kadang curam, dengan kanan-kiri kita adalah jurang. Buat saya dan Juno yang berperut kapasitas ekstra dan Hotline yang banyak dosa, perjalanan mendaki ini cukup menantang.

Awalnya kami bingung mau mendaki dari arah mana, karena ada dua arah jalur turunnya orang-orang. Dari kiri, yang sebenarnya sepi. Dan dari kanan, dari arah Curug 7. Kami memutuskan untuk naik dari arah kiri, karena lebih tenang untuk mendaki. Jalur mendaki di sini masih landai. Setelah sekitar 20 menit, kami tiba di tanah lapang dan menemui (ciyeh menemui, sok kenal banget) beberapa kuda poni yang lagi seru-seruan makan siang dengan menu rumput hijau.

Dari sana kami lanjut mencari air terjun tingkat atas (hehe, sounds like sekolahan ya, tingkat atas..). Jalurnya sudah mulai mendaki, sedikit curam dan terkadang licin. Membutuhkan stamina yang oke untuk melewati jalur ini. Setelah 20 menitan mendaki plus ngos-ngosan, kami tiba di tanah datar yang di sana terdapat warung mie dan toilet. Kombinasi yang pas banget ya, mengisi perut dan melepas isi perut.

Ternyata lokasi ini adalah lokasi Curug 5. Di sini juga cukup ramai dengan ABG yang berfoto-narsis-dengan-menggunakan-HP-sambil-mengarahkan-ke-diri-sendiri-plus-maksa-berusaha-menciptakan-lesung-pipit-karena-fotonya-akan-dipasang-jadi-primary-foto-di-friendster. Ilfil dengan gaya para generasi penerus bangsa tersebut, kami memutuskan untuk lanjut mendaki. Jalur ke curug 4, 3, 2 sebenarnya searah dan dipasang peringatan “dilarang masuk tanpa pengawas”. Cuma dasar manusia, rules are made to broken rite? Kami pun melalui jalur ‘terlarang’ tersebut dan mencoba menemukan curug berikutnya.

Jika jalur menuju Curug 5 tadi cukup menantang dan melelahkan. Jalur menuju Curug 4 ini tergolong ‘ampun DJ...’. Curam, licin, dan sebelah kita adalah jurang. Kalau jalur menuju Curug 5 tadi membutuhkan stamina yang oke, jalur menuju Curug 4 ini membutuhkan doa-doa kalau-kalau kita terpeleset dan ... imagine it by yourself. Tapi semua upaya ini terbayarkan ketika sudah tiba di Curug 4.


Curug tingkat 4 ini tidak ramai, tidak tinggi, tidak besar, tapi airnya sangat jernih, udaranya segar, seperti sebuah petit hide-away. Tepat di bawah air terjun, terdapat kolam air yang juga mengalir hingga terjun ke curug 5. Meskipun harus hati-hati karen cukup licin, bermain melintasi bebatuan di sini cukup aman dan menyenangkan.


Setelah puas di Curug 4, kami memutuskan kembali ke daerah Curug 5 untuk mengisi perut di warung mie rebus yang tadi sempat kami lewati. Badan basah dan udara dingin membuat mie rebus ini terasa lezat sekali.

Setelah puas menikmati mie rebus dan gorengan, kami menapaki jalur turun untuk pulang. Selepas dari Curug Cilember, kami melanjutkan perjalanan dengan menggunakan bis antar kota menuju Mesjid At-Ta’awun di Puncak Pass untuk menikmati indahnya view from the top. Pejalanan menyenangkan ini menghabiskan budget di bawah Rp 100.000. Benar-benar menyenangkan! I’ll definitely be back to Curug Cilember!


1 comment:

Nurwati said...

Hallo Faisal,
laporan kamu cukup detil. Sehingga gw yg lagi plan mo kesana, kebantu banget.
alur cerita kamu so keren yach..bakat jadi penulis tuh.